Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya. Selain itu, pendidikan membantu seseorang untuk mengembangkan karakter dan moral yang baik. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsa nya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Prayitno (dalam Kristiawan, 2016) mengatakan Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia. Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis dan dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Amka, 2021).

Pendidikan adalah sebuah proses yang terus berkembang, terutama di era digital yang semakin maju. Dalam tinjauan filsafat tentang pendidikan, kita dapat memahami bahwa pendidikan bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter dan nilai-nilai moral yang baik. Dalam tinjauan filsafat tentang pendidikan di era digital, pendidikan diharapkan mampu membentuk manusia yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Namun, penting bagi kita untuk mengingat kembali makna sebenarnya dari pendidikan dan bagaimana kita dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut di era digital. Oleh karena itu, di era digital seperti sekarang ini kita perlu menggugah kembali makna pendidikan dengan memperkuat nilai-nilai moral dan karakter yang baik. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa pendidikan tetap relevan dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Pendidikan di era digital juga harus memperhatikan dampak negatif dari teknologi seperti ketergantungan pada gadget dan media sosial. Oleh karena itu, pendidikan juga harus mengajarkan pemakaian teknologi yang bijak. Untuk itu, pendidikan di era digital harus mampu memaknai kembali makna pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan harus mampu membentuk manusia yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, serta mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang baik. Kemudian, pendidikan juga harus memanfaatkan teknologi dengan bijak dan mengajarkan pemakaian teknologi yang bijak. 

Sejalan dengan hal tersebut Shulhan Alfinnas (2018) menyatakan bahwa pendidikan Islam dituntut untuk mampu memaksimalkan potensi positif yang terdapat dalam dunia digital dan meminimalisir aspek negatif yang timbul dari munculnya media tersebut. Selain itu Verdinandus Lelu dkk. (2019) menyatakan dibutuhkan kolaborasi dari semua pihak untuk menghadapi tantangan di era digital. Sekolah dan Guru tidak bisa bekerja “sendirian” untuk mendidik generasi bangsa yang berkarakter. Orang tua sebagai pihak paling penting dan sentral utama pendidikan adalah partner dalam dunia pendidikan. Apalagi di era serba digital ini, controlling dari orang tua dalam penggunaan gadget sehat mutlak diperlukan karena orang tualah yang bersama anak- anak selama 24 jam. Belum lagi penanggulangan bahaya yang mulai muncul di era digital ini seperti maraknya game online, cyber crime dan pornografi.

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Namun, di era digital saat ini, makna pendidikan seringkali terabaikan. Prof. Sunaryo (2017) mengungkapkan bahwa di era digital, esensi dan makna pendidikan tidak harus berubah, melainkan yang berubah adalah pemikiran kita dalam konteks yang dinamis, karena dalam pendidikan di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang jelas yaitu undang-undang tentang pendidikan nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menggugah kembali makna pendidikan.

Filsafat

Kata “Filsafat” berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philosophia yang terdiri dari suku kata, yaitu, philos yang berarti cinta tau philia yang berarti persahabatan dan kata sophos yang memiliki berbagai arti analog berikut: intelegensi, kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman dan pengetahuan. Karena itu filsafat sering secara singkat sebagai cinta akan kebijaksanaan (Hermawan, 2011).

Gharaviyan (2011) menyimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu yang membahas mengenai prinsip-prinsip wujud mutlak”, “filsafat adalah ilmu yang membahas prinsip- prinsip universal wujud” atau “serangkaian proposisi dan persoalan wujud sebagai wujud”. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup. ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh Titus (dalam Rukiyati, 2015) yaitu 1). Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta, 2). Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran, 3). Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah, 4). Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.

Filsafat yang dikenal sebagai sebutan mother of science, muara semua masalah. Satu disiplin Ilmu pengetahuan diibaratkan pasukan infanteri (pejalan kaki) yang bertempat di daratan dan ketika menemui jalan buntu di kembalikan ke filsafat. Filsafat mengawali pekerjaannya seperti pasukan falery (pasukan mengarungi lautan) yang mempertanyakan kembali ontology, epistemology dan aksiologi permasalahan (disiplin ilmu baru) yang mungkin muncul disebabkan disiplin ilmu lama belum bisa menjawab (Maskhuroh, 2022).

Filsafat dan keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan karena sejarah filsafat terkait erat dengan sejarah manusia masa lalu. Nilai Nilai tentang manusia yang diterima sebagai pedoman hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya sangat erat kaitannya dengan filsafat yang digunakan sebagai pedoman hidup. Akibatnya, filosofi masyarakat atau negara akan terkait langsung dengan bagaimana perasaan budaya atau negara tersebut terhadap sistem pendidikannya (Mulyani, 2021).

Pendidikan

Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai Educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual, Muhajir (dalam Ahdar, 2021).

Dalam Kamus besar disebutkan pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Yusuf, 2018) bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dan mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingginya. 

Pendidikan dalam perspektif global menyisakan satu pertanyaan mendasar. Sejauh Mana pendidikan mampu membawa pesan-pesan positif bagi kesejahteraan umat manusia. Dalam beberapa hal, kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan di beberapa negara dipengaruhi oleh banyak faktor, ideologi negara, agama dan kondisi lokal di mana pendidikan itu berlangsung (Yusuf, 2021).

Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa kita. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

Filsafat pendidikan pada hakekatnya adalah penerapan analisa filsafat terhadap lapangan pendidikan. John Dewey (dalam Kristiawan, 2016) mengatakan bahwa filsafat adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan (Barnadib, 1990: 14-15). Pemikiran sesuai cabang-cabang filsafat turut mempengaruhi pelaksanaan pendidikan.

Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (pedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.

Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

Tujuan filsafat pendidikan adalah memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan Negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu mengajar materi subjek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik (Hisarman, 2021).

Muhmidayeli (dalam Febriharsa, 2021) mengungkapkan bahwa filsafat pendidikan berperan dalam menganalisis dan mengkritisi aspek akademik dan humanis untuk sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan demi perkembangan pendidikan yang mampu mencetak manusia yang handal.

Pendidikan Di Era Digital

Perkembangan teknologi ke arah serba digital saat ini semakin pesat. Pada era digital seperti ini, manusia secara umum memiliki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat yang serba elektronik. Teknologi menjadi alat yang mampu membantu sebagian besar kebutuhan manusia. Teknologi telah dapat digunakan oleh manusia untuk mempermudah melakukan apapun tugas dan pekerjaan. Peran penting teknologi inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era digital. Era digital telah membawa berbagai perubahan yang baik sebagai dampak positif yang bisa gunakan sebaik-baiknya. Namun dalam waktu yang bersamaan, era digital juga membawa banyak dampak negatif, sehingga menjadi tantangan baru dalam kehidupan manusia di era digital ini. Tantangan pada era digital telah pula masuk ke dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, dan teknologi informasi itu sendiri. Era digital terlahir dengan kemunculan digital, jaringan internet khususnya teknologi informasi komputer. Media baru era digital memiliki karakteristik dapat dimanipulasi, bersifat jaringan atau internet. Media massa beralih ke media baru atau internet karena ada pergeseran budaya dalam sebuah penyampaian informasi. Kemampuan media era digital ini lebih memudahkan masyarakat dalam menerima informasi lebih cepat. Dengan media internet membuat media massa berbondong-bondong pindah haluan. Semakin canggihnya teknologi digital masa kini membuat perubahan besar terhadap dunia, lahirnya berbagai macam teknologi digital yang semakin maju telah banyak bermunculan. Berbagai kalangan telah dimudahkan dalam mengakses suatu informasi melalui banyak cara, serta dapat menikmati fasilitas dari teknologi digital dengan bebas dan terkendali (Harahap, 2020).

Menurut Simarmata dkk. (2019) masuknya pengaruh era digital ini dalam konstelasi dunia pendidikan apa lagi telah mendapat pengesahan dari negara tentunya menuntut respon balik dari pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan tetap menghasilkan pendidikan yang sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu menjadi tugas pendidikan sekarang adalah bagaimana pendidikan itu sendiri mengelola secara cerdas pendidikannya di atas situasi era digital.

Menurut Yusuf (2018) yang terjadi dalam dunia pendidikan di era global, adalah terjadinya ketidakutuhan muatan pendidikan, atau pendidikan yang berjalan secara pincang. Para pelaku pendidikan hanya mengejar sisi materialismenya. Akibatnya kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam pendidikan hanya berimbas kepada aspek aspek yang bersifat materialisme pula. Lahirlah peradaban modern yang menghasilkan manusia-manusia materialis, terampil di dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, menguasai teknologi informasi dan dunia usaha, tetapi kering dari nilai-nilai spiritual yang menjadi misi utama pendidikan. Begitu banyak orang pintar secara intelektual, tetapi tidak memiliki kecerdasan secara emosional dan spiritual. Pendidikan yang pincang seperti inilah yang melahirkan para koruptor.

Pendidikan Karakter di Era Digital

Saat ini Indonesia telah memasuki era digital yang ditandai dengan serbuan digitalisasi dan otomatisasi yang menyebabkan manusia tidak lepas dari smartphone dan internet. Namun yang perlu dipahami bahwa efek globalisasi ini diibaratkan seperti dua sisi uang yang berbeda yaitu mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif dari era digital ini dirasakan sekali kepada penggunanya dan menjadikan suatu profesi baru di kalangan masyarakat seperti youtuber, Blogger, Influencer, dan lain-lain, sedangkan dampak negatif bagi kehidupan keberagaman/keumatan maupun kebangsaan. Dampak negatif ini antara lain hilangnya kepercayaan terhadap informasi bersumber pada agama dan ilmu pengetahuan, pudarnya konsep silaturahmi, munculnya informasi sebagai sampah (hoax), proxy war yaitu peperangan dengan menggunakan pihak ketiga dengan menguasai aset sumber daya dan ancaman non militer melalui media informasi, melemahnya nasionalisme yang 64 Inovasi Pendidikan Lewat Transformasi Digital menyebabkan keterbelahan rakyat, kontrak pemerintah terhadap informasi sangat lemah, kritik terhadap pemimpin Negara melalui media informasi, pencitraan pemimpin, narsis, hegemoni dan ideologi media (Simarmata dkk, 2019).

Hal ini menjadi permasalahan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dan sangat membahayakan dalam membangun bangsa yang kuat. Kondisi tersebut menumbuhkan kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter kepada generasi bangsa. Urgensi pendidikan karakter dikembangkan karena, salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter  (Simarmata dkk, 2019).

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) (Amka, 2019).

Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuan-pengetahuan menuju sebuah kesempurnaan. Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif). Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter.

Pengembangan pendidikan karakter sebagai satu satunya cara dari jalur pendidikan untuk menciptakan peserta didik yang bermoral, tentu saja dilandasi oleh beberapa nilai-nilai filosofis agar tujuan pendidikan karakter menjadi terarah. 

UNESCO telah merumuskan empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together) untuk era memasuki abad ke-21. Ini dikaitkan dengan pembangunan manusia yang berkarakter lewat jalur filsafat. Kondisi kekinian yang semakin tidak terarah. Filsafat adalah pengunci bagi kegamangan yang sedang melanda indeks pembangunan manusia yang berkarakter saat ini. Ditengah semakin banyak manusia yang sedang jatuh dalam gelimang ketidaktahuan dan hanya menganggap ilmu filsafat sebagai kajian teoritis dan hanya memandangnya sebagai tolok ukur belajar, maka ada hal yang perlu digali lagi sebagai manusia. Manusia yang memiliki karakter sejadinya harus membubuhi pikirannya dengan berbagai macam ilmu yang berakar dari filsafat. Pengkajiannya adalah menuju kebenaran yang hakiki, absolut dan bermanfaat di masa yang akan datang. Manusia yang belajar dengan filsafat maka terbentuk dengan karakter masing-masing. Integritas dari seorang manusia yang belajar filsafat selalu mengakomodir transfer keilmuannya pada titik pengembangan. Etika seorang ilmuwan yang menawarkan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari filsafat pada setiap dunia yang terus berkembang.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya. Pada era digital saat ini, pendidikan di Indonesia mengalami banyak perubahan baik dari proses perkembangan karakter yang dibangun maupun makna dari pendidikan itu sendiri. oleh karenanya, filsafat pendidikan memiliki peran dalam mengunggah kembali makna pendidikan. Dengan filsafat pendidikan, kita dapat menganalisis dan mengkritisi aspek akademik dan humanis untuk sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan demi perkembangan pendidikan yang mampu mencetak manusia yang handal. Disamping itu, filsafat pendidikan juga dapat menjadi landasan dalam terbentuknya pendidikan karakter dalam hal ini yaitu filsafat progresivisme.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *